BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Dewasa ini banyak dijumpai dslam kehidupan sehari-harí baik melalui
pengamatan langsung maupun melalui media massa tentang kenakalan remaja.
Salah salu faklor yang dominan dalam hal ini adalah kurangnya
pendidikan moral yang diterima anak dalam lingkungan keluarga. Keluarga
merupakan kelornpok kecil dalam masyarakal yang pertama kali dikenal
oleh anak dan merupakan lempat pendidikan yang perlama. Posisi orang
tua dalam keluarga menduduki tcmpat yang sangat penting karena orang
tua mempunyai kewajiban dan tanggung jawab yang sangat besar terhadap
pendidikan anaknya terutama dalam menanamkan pendidikan moral yang
luhur.
Remaja sebagai generasi penerus bangsa harus mempunyai rnoraiìlas yang
luhur, karena merekalah yang akan meneruskan kelangsungan hidup bangsa
dan negara. Oleh itu remaja harus mernpunyai bekal moral yang kuat agar
bisa menjadi manusia yang berkualitas dan bermoral luhur. Dengan
landasan moral yang kuat maka tercipta kualitas manusia Indonesia
seutuhnya dan akan menjadi dasar yang kuat bagi pembangunan nasional.
Berhasilnya pembangunan nasional akan mewujudkan rnasyarakat adil dan
makmur yang menjadi cita -cita nasional bangsa Indonesia.
Berbagai masalah yang dihadapi di negara kita salah satunya diakibatkan
oleh adanya krisis karakter para pejabat negara. Misalnya saja kasus
korupsi. Tidak hanya masalah pejabat negara dengan kasus korupsinya
saja, namun juga masalah generasi muda bangsa yang nampaknya sudah jauh
dari perilaku baik. Sebut saja tauran antar pelajar, sex pra nikah atau
bahkan hal terkecil seperti menyontek, berlaku tidak sopan dengan teman,
orang tua maupun guru dan berbicara tidak baik.
Keluarga merupakan institusi terkecil dalam masyarakat. Masyarakat
adalah unit yang membentuk negara. Oleh karena itu, keluarga sangat
berperan penting dalam pembentukan setiap karakter individu. Karakter
merupakan kunci bagi sumber daya manusia yang berkualitas. Sehingga,
pendidikan karakter sejak usia dini merupakan hal yang penting. Namun,
keluarga seringkali melewatkan begitu saja fase kritis dalam pembentukan
sikap moral anak. Kadangkala orang tua tidak memikirkan bagaimana
perkembangan moral anaknya sehingga tidak terlalu fokus dalam membentuk
karakter anak agar menjadi seorang pribadi yang berkualitas di masa yang
akan datang.
Dengan tuntutan globalisasi dan perkembangan teknologi saat ini,
komunikasi antar anggota keluarga terkadang sangat sulit dilakukan.
Dengan kesibukan orang tua yang bekerja, seringkali keluarga hanyalah
tempat untuk menginap saja. Tidak ada pendidikan dan sosialisasi yang
diberikan orang tua kepada anaknya. Sekarang, juga banyak kasus
perceraian yang dapat berdampak buruk terhadap anak. Anak broken home rentan sekali terbawa arus negatif pergaulan, apalagi anak tersebut adalah anak remaja.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan
uraian dari latar belakang, maka rumusan masalah dalam makalah ini
adalah bagaimana penerapan budi luhur dalam membangun masyarakat yang
berbudi luhur khususnya di kalangan pelajar dalam perpsektif keluarga?
Permasalahan ini diuraikan ke dalam 3 (Tiga) pertanyaan, yaitu:
- Bagaimana deskripsi pendidikan berbudi luhur di kalangan pelajar?
- Bagaimana peran keluarga dalam membangun manusia yang berbudi luhur?
- Bagaimana peran masyarakat dan pemerintah dalam membangun masyarakat yang berbudi luhur khususnya di kalangan pelajar?
1.3.Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah dapat mendeskripsikan pentingnya
berbudi luhur dalam membangun masyarakat khususnya di kalangan pelajar
dalam perpsektif keluarga.
1.4.Manfaat
Adapun
manfaat tulisan ini secara akademis yaitu dapat menambah wawasan
keilmuan dalam kaitannya dengan pentingnya berbudi luhur dalam membangun
masyarakat khususnya di kalangan pelajar dalam perpsektif keluarga.
Secara praktis, dapat memberikan masukan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan dalam hal membuat berbagai kebijakan tentang berbudi
luhur di kalangan pelajar.
BAB II
PEMBAHASAN
Penanaman
nilai-nilai berbudi luhur di sekolah, untuk saat ini memang sudah
mengalami kemunduran. Data empiris membuktikan bahwa para guru pun sudah
merasa enggan menegur anak didik yang berlaku tidak sopan di sekolah.
Anak didik sering kali berperilaku tidak sopan terhadap guru, melecehkan
sesama teman, bahkan ada sekolah yang tidak berani mengeluarkan anak
didik yang sudah jelas-jelas menggunakan narkoba.
Belum
lagi posisi materi yang sejajar dengan kurikulum mulok sampai saat ini
memang tidak berdiri sendiri. Materi tersebut diintegrasikan ke dalam
dua mata pelajaran, yaitu PPKn dan agama. Kalaupun pada akhirnya
diintegrasikan pula ke dalam enam mata pelajaran lainnya, yaitu
matematika, IPA, IPS, Kesenian, Bahasa Indonesia, dan Olahraga, rasanya
masih kurang mengingat tingkat budi pekerti yang telah amat mahal dan
langka di masa kini.
Budi
luhur adalah segala perilaku/perbuatan yang sesuai dengan peraturan
agama dan menetapi peraturan pemerintah yang sah, mulai dari pemerintah
tingkat pusat hingga tingkat RT serta norma-norma sosial yang berlaku di
dalam masyarakat setempat (Kholil)[1].
Sekarang ini banyak kita jumpai dalam kehidupan seharíhari baík
melalui pengamalan langsung atau melaluí medía massa tentang kenakalan
remaja yang semakin meningkat.
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Soewandí (1993: 2) disimpulkan
bahwa pada tahun 1975 terdapal 11 macam kenakalan remaja, tempo pada
tahun 1993 tercapai 14 macam kenakalan remaja yang amara lain meliputi
pernbunuhan (12%), perampokan (4%), penganiayaan (2%), pencurian (35%),
penipuan (2%), penyalahgunaan narkotika (10%), membawa senjata tajam
(2%), penyalahgunaan alkohol (5%), percabulan (2%), dan pelanggaran lalu
lintas (4%). Kenakalan anak remaja tersebut disebabkan oleh berbagai
faktor, tetapi tidak dapat diingkari bahwa salah satu faktor yang
dominan minimnya pendidikan moral yang diterima anak dalam lingkungan
keluarganya.
2.2. Peran Keluarga Dalam Membangun Manusia yang Berbudi Luhur
Keluarga rnerupakan kelompok kecil yang pertama dikenal oleh anak di
mana ia hidup, tumbuh dan berkembang mengenal berbagaí macam kebutuhan
dasar, norma-norma yang berlaku dalam masyarakat yaitu melalui orang
tua.
Vembriano (1982: 36) mengemukakan bahwa ìntisari pengertian dari keluarga adalah:
a. Keluarga merupakan kelompok sosial kecil yang terdîri dan“ ayah„ dan anak.
b. Hubungan Sosial di antara keluarga relatif tetap dan didasarkan atas ikatan darah, perkawinan dan adopsi.c. Hubungan amara anggota keluarga dijiwai suasana afeksi dan rasa ranggung jawab.
d. Fungsi keluarga adalah memelihara, rnerawat dan melindungi anak dalam rangka sosialisasi agar mereka mampu mengendalikan diri dan berjiwa sosial.
Dengan demikían jelas bahwa keluarga merupakan institusi di mana anak-anak mendapatkan pendidikan termasuk pendidikan moral darí orang tuanya.
Ketetapan MPR Rl No. ll/MPR/1993 tentang Garis-garís Besar Haluan
Negara menyebutkan bahwa pendidìkan di lingkungan keluarga merupakan
tempal pendidikan pertama dan pendídikan prasekolah. Selain juga
dijelaskan bahwa pendidìkan di lingkungan keluarga merupakan wahana
sosialisasí awal sebelum anak menginjak pendidikan dasar. Sejalan dengan
itu Ki Hadjar Dewantara (1962: 71) juga mengatakan bahwa keluarga
merupakan pusat pendidikan yang pertama dan terpenting. Demikian pula
Imran Manan PH (1989: 61- 62) mengatakan bahwa keluarga baik dalam arti
luas merupakan inslitusí vang dipakai untuk memenuhî sernua kebutuhan
dasar manusia termasuk menyampaìkan gagasan-gagasan, norma-norma maupun
unsur-unsur kebudayaan pokok. Oleh karena itu dalam pendidíkan di
lingkungan keluarga perlu dikembangkan adanya Iandasan pembentukan watak
dan kepribadian, penanaman dan pengenalan agama tídak ketinggalan
tentang nilai-nilai moral dalam kehidupan masyarakat. Dalam hal ini
peranan orang tua sangat penting.
Mendidik merupakan pekerjaan yang harus mengulangulang dan memerlukan
kesabaran. Oleh karena itu kepada Ibulah tugas mendidik itu diberikan.
Singgih D. Goenarlo, juga mengatakan bahwa dalam pendidikan. keluarga
merupakan sumber utama. karena segala pengelahuan dan kecerdasan manusia
pertama kali diperoleh dalam keluarga. Seorang Ibu biasanya banyak
berada di rumah maka kegiatan pendidikan terhadap anak dibebankan kepada
Ibu. Demikian juga Henry N. Siahaan (1986: 1) mengatakan bahwa seorang
Ibu memegang peranan panting dalam mendidik anak di ììngkungan
kcluarga. Seorang hams menjadì lokoh utama dalam mendidik anakanaknya,
apalagi l-:etika anak masih kecil rnaka Ibulah yang senaiasa menjadi
pendidik. Namun demikian seorang Bapak ridak dapat lepas dari Langgung
jawab dalam pendidikan anak tersebut karena pada hakekatnya orang tualah
yang berlanggung jawab terhadap pendidíkan kepada anak-anaknya. Orang
tua secara kodrati berhak dan berkewajiban serra bertanggung jawab untuk
merawal, mengasuh dan mendidik anak-anaknya agar menjadi manusia yang
berguna dan bermoral luhur. Posisi orang ma dalam rnenanamkan
nilai-nílai moral luhur terhadap anaknya sangat peming, karena anak akan
mendapat bekal pendidíkan moral yang mama dan penama adalah dari orang
tua dalam sebuah keluarga.
Mcnurul Holleman sebagaimana dikemukakan oleh Hardjim Nompuro (1979:
43), hak-hak dan kewajihan-kewajiban seorang Ibu terpusal di dalam
pemeliharaan kepemingankepemingan intern di dalam rumah tangga.
tcrmasuk mengasuh anak-anak. anak. Oleh karena itu dalam hubungannya
dengan mendidik moral anak, di samping Ibu memberíkan pengertian kepada
anak temang yang menyangkux hubungan atara manusia dengan Tuhannya,
amara sesama dan dengan dirinya sendin', lingkah laku dan tindakan
orang tua harus menjadí leladan yang sebaik~baiknya bagi anak-anaknya.
Misalnya„ orang tua menyuruh anaknya supaya berdoa dulu sebelum makan,
yaílu sebagaí rasa ungkapan syukur pada Tuhan. Dalam hal ini orang ma
juga harus melakukan hal yang sama. Orang tua sepeni itu akan menjadi
teladan yang baik dan anak akan cenderung menurut pada orang tua. Di
dalam keluarga, anak-anak diheri kesempatan untuk rneìihal contoh yang
baik dan' orang tua sesuai dengan moral, sehíngga proses
pendarahdagingan zcrscbul berlangsung wajar tanpa dipaksakan.
Sesuai dengan moral Pancasila maka orang ma sebagai pendidik di dalam
keluarga harus mempunyai sikap (Bahan Penataran Pancasila/P-4, 1994:
65-65) "ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa dan tut wurì
handayani". "Ing ngarsa sung tuladha” bcrarti keseluruhan sikap, língkah
laku dan perbuatan dari orang tua harus sesuai dengan moral yang
berlaku dalam masyarakal, sehingga dapat dijadíkan teladan, panulan bagi
anak-anaknya. Orang tua dapat berbuat seperti itu apabila ada wazak
berdisiplin dalam sikap, cara berpikir dan bertindak, sena keteladanan
yang lidak mudah mengandalkan kekuasaan, tempi bersifal rasional dan
demokrasi. "Ing madya mangun karsa" dapat diarlikan bahwa orang tua
dalam mendidik anak hams mampu memotivasi dan mcmbangkitkan tekad sena
semangar anakanaknya umuk berkreasi dan mempunyai niar yang knal umuk
berbuat. Dengan demikian dapat dikalakan bahwa orang tua dapax
menghidupkan benihbenih yang lerdapat dalam masyarakat unluk bisa
tumbuh secara mandiri dan benanggung jawab sacara baik. Orang tua juga
harus mempunyaí sikat. “Tut wuri handayani”, artinya harus mampu
mendorong dan mengedepankan anakanaknya seraya membekalinya dengan
rasa percaya pada diri sendíri. Dengan demikian orang ma mendorong tumbulmya keprìbadían bangsa yang bermoral Pancasila.
Dengan adanya síkap orang tua yang seperti di aras diharapkan proses
kemajuan masyarakat dapat berjalan dengan aman dan demokratis sehingga
pembangunan manusia Indonesia seutuhnya clapat terwujud.
Alat pendidikan ialah segala sesuatu yang secara langsung membantu
terlaksananya lujuan pendidikan. Alai pendidikan dapal mas sekali
artinya sehingga perlu dibatasi. Mengenai wujudnya dapat berupa
bendabenda yang nyaxa dan tidak pcrlu benda yang harganya mahal. Alat
pendidikan tidak lerbalas pada bcndahenda konkrit, telapi dapal juga
berupa nasihal. Conloh tumulan dan Oleh karena itu yang dimaksud dengan
pcndidikzm 72 Cakrawala Pendidíkan No. 2, Tähun X Vl. Juni 19.97 pada
umumnya adalah suam tindakan man perbuatan alan situasi axau benda yang
dengan sengaja diadakzm untuk mencapai sualu lujuan pendidikan (Sularí
Imam Bernadib, Tl: 96). Misalnya, seorang anak diperimahkan umuk berdoa
sebelum makan, maka yang dikejar dengan perintah tersebm adalah
membiasakan si anak untuk berdoa sebelum makan sehingga rasa syukur
kepada Tuhannya selalu ada pada diri anak tersebul. Di dalam hal ini
perimah lersebut merupakan alal pendidikan. Dslam rangka pendidikan
moral seperti di ams, orang tua yang pertama. kali mempunyai kesempatan
untuk menanamkan ke dalam jiwa anak. Sebagaimana dikalakan oleh Zakiah
Daradjat (1975: 135) bahwa pendidikan moral kepada anak tidak dapat
lepas dan' ajaran agama sebagai sumbemya. Apabila pendidikan agama tidak
diberikan kepada anak sejak kecíl maka sukar baginya untuk menerima
nanli jika sudah dewasa karena dalam kepríbadíannya sejak kecil tidak
terdapat agama.
Banyak alat pendidikan yang dapal digunakan oleh orang tua umuk
mendidik moral anakanaknya. Menurut Suharlin Citrobroto (1980: 108) ada
12 macam alat yang dapax digunakan orang lua unluk mendidik moral anak,
yaitu:01. memberi contoh dan menyuruh mencontoh
02. membiasakan
03. memberi penjelasan
04. memberi dorongan
05. menyuruh dan melarang
06. berdiskusi
07. memberi lugas dan Langgung jawab
08. memberi bimbingan dan penyuluhan
09. mengajak berbual
10. memberi kesempatan mencoba
11. mencíplakan situasi yang baik
12. mengadakan pengawasan dan pengecekan.
2.3. Peran Masyarakat dan Pemerintah Dalam Membangun Masyarakat yang Berbudi Luhur Khususnya di Kalangan Pelajar
Upaya mengatasi kemerosotan moral dan budi pekerti anak dapat dilakukan
atas dasar adanya kekuatan yang mendukung, yaitu: di samping telah
dituangkan dalam Sistem Pendidikan Nasioanal UU No.2/89. Bab II Pasal 4
yaitu untuk mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti
luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, keseharan jasmani dan
rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan. Juga terdapat pada perundang-undangan
yang lain yaitu:
- TAP MPR No.X/MPR/1998 tentang pokok-pokok reformasi pembangunan pada Bab IV huruf D
- o Butir 1 F: Peningkatan akhlak mulia dan budi pekerti luhur dilaksanakan melalui pendidikan budi pekerti di sekolah
- o
Butir 2 H: Meningkatkan pembangunan akhlak mulia dan moral luhur
masyarakat melalui pendidikan agama untuk mencegah/menangkal tumbuhnya
akhlak tidak terpuji.
- TAP MPR No.IV/MPR/1999, tentang GBHN Bab IV Huruf D mengenai agama butir 1:
- Menetapkan fungsi, peran, dan kedudukan agama sebagai landasan moral, spiritual dan etika dalam penyelenggaraan negara. Perundang-undangan tidak bertentangan dengan moral agama.
- Meningkatkan jaminan kesejahteraan tenaga kependidikan sehingga mampu berfungsi secara optimal terutama dalam meningkatkan pendidikan watak dan budi pekerti agar dapat mengembalikan wibawa lembaga dan negara.
- UU No.2/1989 Penjelasan Pasal 39 ayat (2): menyatakan bahwa pendidikan pancasila mengarahkan perhatian pada moral yang diharapkan diwujudkan ke dalam kehidupan sehari-hari.
- Komitmen masyarakat dalam berbagai lapisan terhadap etika bermasyarakat berbangsa, dan bernegara, ditengarai budi pekerti sebagai salah satu dimensi substansi pendidikan nasional yang perlu diintegrasikan ke mata pelajaran yang relevan.
Perhatian pemerintah dapat dikatakan cukup serius, terutama bagi
pembentukan manusia yang utuh, yaitu manusia yang agamis dan mandiri
sebagaimana termaktub dalam Tap MPR/1999 dan didukung oleh peraturan dan
ketetapan yang lainnya. Namun, pelaksanaan tidak semudah
perencanaannya. Kondisi ekonomi di Indonesia di Indonesia yang sedang
terpuruk saat ini sangat berpengaruh dalam menanggulangi kemerosotan
nilai-nilai moral dan budi pekerti bangsa Indonesia, khususnya anak
BAB III
PENUTUP
- Peran aktif orang tua atau keluarga sangat dituntut dalam upaya menanggulangi kemerosotan moral dan budi pekerti anak.
- Sekolah telah mencoba memasukkan materi moral dan budi pekerti ini secara terpadu (integrated) ke dalam setiap mata pelajaran. Namun, tentu saja hal ini masih belum efektif dan belum maksimal, mengingat tidak semua guru mampu mengaplikasikannya.
- Peran masyarakat masih sangat kurang bahkan tidak ada usaha sama sekali untuk turut menanggulangi kemerosotan moral dan budi pekerti anak, terutama dalam bentuk control. Namun, upaya penanaman agama sejak usia dini telah disiapkan oleh masing-masing keluarga.
- Pemerintah belum maksimal menangani dan menanggulangi kemerosotan moral dan budi luhur pekerti anak. Hal ini diakibatkan oleh kondisi atau ekonomi negara saat ini.
- Pemerintah diharapkan lebih serius menangani kemerosotan moral dan budi pekerti anak, tidak hanya sebatas menetapkan kebijakan. Hal ini dapat dilakukan dengan (a) mengalokasikan anggaran pelatihan bagi para guru dalam melakukan integrasi materi moral dan budi pekerti ke dalam setiap mata pelajaran, (b) memasukan kembali materi moral dan budi pekerti menjadi mata pelajaran yang berdiri sendiri.
- Bagi orang tua yang berkecukupan diharapkan tidak hanya mengejar materi dan karier, tetapi diharapkan, lebih memberikan perhatian kepada anak-anak mereka, yaitu dengan cara memberikan penanaman nilai-nilai agama sejak dini. Sementara itu, bagi orang tua yang kurang mampu diharapkan tidak terlalu membebani anak dengan tuntutan bekerja, sementara mengabaikan hak mereka untuk mendapatkan pendidikan, khususnya pendidikan moral dan budi pekerti.
- Kepada organisasi keagamaan diharapkan turut peduli dengan upaya penanggulangan kemerosotan moral dan budi pekerti anak.
- Kepada pelajar, diharapkan kepada masing-masing individu dapat mengikuti program yang dibuat dari sekolah yaitu pendidikan budi pekerti, mengikuti norma atau aturan yang berlaku di lingkungan ssekitar. Terlebih yang lebih penting adalah kesadaran dari setiap masing-masing individu untuk dapat mencerminkan komunikasi serta tingkah laku yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar